KARYA TULIS
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti
UJIAN AKHIR MADRASAH DAN UJIAN AKHIR NASIONAL
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Disusun Oleh:
M.TOHIR.Z
NIS: 07.1259
Program Studi Ilmu Pengetahuan Sosial
MADRASAH ALIYAH NEGERI 18
PONDOK KOPI
JAKARTA
2009
HALAMAN PENGESAHAN
Karya tulis yang berjudul “Tinjauan Historis Candi Borobudur” telah disahkan dan disetujui pada tanggal Agustus 2009
Wali Kelas Pembimbing
Hj. Marhumah Hasan, S.Ag Artati Ismalia, S.E, M.Ak
NIP. 150317348 NIP. 150321734
Mengetahui
Kepala MAN 18 Jakarta
Dra. Hj. Na’imah Fathoni, Lc, M.A
NIP.150270314
KATA PENGANTAR
Seraya memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena penulis menyadari bahwa berkat rahmat dan hidayatnya penulis dapat
menyelesaikan karya tulis dengan judul “Tinjauan Historis Candi Borobudur”.
Karya tulis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan mengikuti ujian akhir madrasah dan ujian akhir nasional. Sehubungan dengan tersusunnya karya tulis ini penulis dapat mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang membantu dan membimbing penulisan ini. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra. Hj. Na’imah Fathoni, Lc, M.A sebagai Kepala MAN 18 KJ Pondok Kopi.
2. Ibu Hj. Marhumah Hasan, S.Ag sebagai wali kelas yang selalu memberikan masukan dan dorongan kepada kami.
3. Ibu Artati Ismalia, S.E, M.Ak sebagai guru pembimbing yang telah bersedia serta meluangkan waktu untuk membimbing kami hingga selesainya makalah ini.
4. Rekan-rekan kami yang telah bekerja sama dalam penulisan makalah ini.
5. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan dan dorongan kepada kami.
Mudah-mudahan amal dan jasa baik mereka diterima oleh Allah SWT, dan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda. Amin dan semoga karya tulis ini bermanfaat,bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih terdapat kekurangan dan kelemahannya, oleh karena itu, kritik dan saran para pembaca akan penulis terima dengan senang hati demi penyempurnaan karya tulis ini di masa yang akan datang.
Jakarta, Agustus 2009
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Identifikasi Masalah 2
1.3 Pembatasan Masalah 2
1.4 Perumusan Masalah 2
1.5 Tujuan Penulisan 3
BAB II PEMBAHASAN MATERI
2.1 Sejarah Berdirinya Candi Borobudur 4
2.2 Letak Geografis Candi Borobudur 6
2.3 Objek Yang Terdapat Pada Candi Borobudur 6
2.3.1 Objek Pada Candi Borobudur 6
2.3.2 Relief Pada Candi Borobudur 9
2.3.3 Tahapan Pembangunan Candi Borobudur 12
2.3.4 Ikhtisar Waktu Proses Pemugaran Candi Borobudur 13
2.3.5 Perayaan Waisak Di Borobudur 15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 16
3.2 Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Akhir-akhir ini perkembangan candi di Indonesia belum menampakkan hasil yang menggembirakan dengan jumlah pengunjung yang selalu menurun setiap tahunnya.
Demikian hasil investigasi dalam objek dan daya tarik candi terus menurun, dengan sarana dan prasarana serta kebersihan di lingkungan Candi Borobudur yang kurang terawat menjadi salah satu penyebab menurunnya minat masyarakat domestik dan internasional.
Agar pengembangan candi terus meningkat, hal yang perlu ditingkatkan yaitu tentang pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengetahuan sejarah masa lalu, serta kebersihan, keindahan situs-situs bersejarah lainnya, sehingga dapat diharapkan partisipasi mereka dalam menjaga kebersihan dan keasrian candi agar tetap terpelihara.
Dengan demikian candi Borobudur yang merupakan candi kebanggaan ini ditingkatkan daya tariknya agar masyarakat Indonesia berminat mengunjungi candi untuk mengetahui sejarah yang ada di negeri sendiri. Dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah perlu berjuang keras agar candi nasional menjadi tujuan objek pariwisata bagi masyarakat domestik dan internasional untuk mengetahui sejarah nasional dan dunia.
1.2 Identifikasi Masalah
Perlunya peningkatan daya tarik terhadap budaya sejarah masa lalu Indonesia agar masyarakat mengetahui betapa pentingnya sejarah masa lalu negaranya,terutama candi Borobudur yang dahulu merupakan kerajaan budha terbesar di Asia tenggara .
Ini merupakan tugas pemerintah pusat dan daerah untuk mencanangkan program yang lebih menarik untuk mengatasi permasalahan yang berlangsung selama ini.
1.3 Pembatasan Masalah
Penelitian ini akan dibatasi hal-hal yang bersifat pengetahuan tentang sejarah pada candi Borobudur yang menjadi tempat peribadatan budha terbesar di Indonesia.
1.4 Perumusan Masalah
Berdasarkan dengan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapatlah dirumuskan pokok permasalahan, antara lain:
a) Bagaimana daya tarik candi Borobudur meningkatkan wisata domestik dan mancanegara.
b) Seberapa besar minat masyarakat untuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Indonesia.
1.5 Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari penyusunan karya tulis ini yaitu :
1) Mengenal lebih lanjut tentang sejarah masa lalu candi borobudur.
2) Membangkitkan minat masyarakat domestik dan mancanegara berwisata di candi Borobudur.
3) Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang sosial dan budaya.
4) Melatih diri dalam menyusun suatu masalah kedalam bentuk tulisan.
5) Belajar mencintai dan melindungi warisan budaya bangsa.
6) Salah satu syarat dalam mengikuti ujian sekolah dan ujian nasional.
BAB II
PEMBAHASAN MATERI
2.1 Sejarah Berdirinya candi borobudur
Borobudur dibangun sekitar tahun 800 Masehi atau abad ke-9. Candi Borobudur dibangun oleh para penganut agama Buddha Mahayana pada masa pemerintahan Wangsa Syailendra. Candi ini dibangun pada masa kejayaan dinasti Syailendra. Pendiri Candi Borobudur yaitu Raja Samaratungga yang berasal dari wangsa atau dinasti Syailendra. Kemungkinan candi ini dibangun sekitar tahun 824 M dan selesai sekitar menjelang tahun 900-an Masehi pada masa pemerintahan Ratu Pramudawardhani yang adalah putri dari Samaratungga. Sedangkan arsitek yang berjasa membangun candi ini menurut kisah turun-temurun bernama Gunadharma.
Kata Borobudur sendiri berdasarkan bukti tertulis pertama yang ditulis oleh Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jendral Britania Raya di Jawa, yang memberi nama candi ini. Tidak ada bukti tertulis yang lebih tua yang memberi nama Borobudur pada candi ini. Satu-satunya dokumen tertua yang menunjukkan keberadaan candi ini adalah kitab Nagarakretagama, yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365. Di kitab tersebut ditulis bahwa candi ini digunakan sebagai tempat meditasi penganut Buddha.
Arti nama Borobudur yaitu "biara di perbukitan", yang berasal dari kata "bara" (candi atau biara) dan "beduhur" (perbukitan atau tempat tinggi) dalam bahasa Sansekerta. Karena itu, sesuai dengan arti nama Borobudur, maka tempat ini sejak dahulu digunakan sebagai tempat ibadat penganut Buddha.
Candi ini selama berabad-abad tidak lagi digunakan. Kemudian karena letusan gunung berapi, sebagian besar bangunan Candi Borobudur tertutup tanah vulkanik. Selain itu, bangunan juga tertutup berbagai pepohonan dan semak belukar selama berabad-abad. Kemudian bangunan candi ini mulai terlupakan pada zaman Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-15.
Pada tahun 1814 saat Inggris menduduki Indonesia, Sir Thomas Stamford Raffles mendengar adanya penemuan benda purbakala berukuran raksasa di desa Bumisegoro daerah Magelang. Karena minatnya yang besar terhadap sejarah Jawa, maka Raffles segera memerintahkan H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki lokasi penemuan yang saat itu berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
Cornelius dibantu oleh sekitar 200 pria menebang pepohonan dan menyingkirkan semak belukar yang menutupi bangunan raksasa tersebut. Karena mempertimbangkan bangunan yang sudah rapuh dan bisa runtuh, maka Cornelius melaporkan kepada Raffles penemuan tersebut termasuk beberapa gambar. Karena penemuan itu, Raffles mendapat penghargaan sebagai orang yang memulai pemugaran Candi Borobudur dan mendapat perhatian dunia. Pada tahun 1835, seluruh area candi sudah berhasil digali. Candi ini terus dipugar pada masa penjajahan Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1956, pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO untuk meneliti kerusakan Borobudur. Lalu pada tahun 1963, keluar keputusan resmi pemerintah Indonesia untuk melakukan pemugaran Candi Borobudur dengan bantuan dari UNESCO. Namun pemugaran ini baru benar-benar mulai dilakukan pada tanggal 10 Agustus 1973. Proses pemugaran baru selesai pada tahun 1984. Sejak tahun 1991, Candi Borobudur ditetapkan sebagai World Heritage Site atau Warisan Dunia oleh UNESCO.
2.2 Letak Geografis
Candi Borobudur terletak di Magelang, Jawa Tengah, Sekitar 40 kilometer (25 mil) barat laut dari Yogyakarta, 100 km disebelah barat daya Semarang, dan berbatasan:
• di antara dua gunung berapi kembar, Sundoro - Sumbing dan Merbabu - Merapi.
• di antara dua sungai, yang Progo dan Elo.
2.3 Objek yang terdapat pada Candi Borobudur
2.3.1 Objek pada candi Borobudur
Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke arah barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan kehidupan tersebut.
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 120 panel cerita Kammawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini.
Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk-ceruk dinding di atas ballustrade atau selasar.
Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.
Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga unfinished Buddha, yang disalahsangkakan sebagai patung Adibuddha, padahal melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung pada stupa utama, patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. menurut kepercayaan patung yang salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung seperti ini.
Di masa lalu, beberapa patung Buddha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang dikirimkan kepada Raja Thailand, Chulalongkorn yang mengunjungi Hindia Belanda (kini Indonesia) pada tahun 1896 sebagai hadiah dari pemerintah Hindia Belanda ketika itu.
Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Struktur Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur mandala.Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock yaitu seperti balok-balok Lego yang bisa menempel tanpa lem.
2.3.2 Relief pada candi borobudur
Setiap tingkatan memiliki relief-relief indah yang menunjukkan betapa mahir pembuatnya. Relief itu akan terbaca secara runtut bila anda berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.
Adapun susunan dan pembagian relief cerita pada dinding dan pagar langkan candi adalah sebagai berikut.
Bagan Relief
Tingkat Posisi/letak Cerita Relief Jumlah Pigura
Kaki candi asli - ----- Karmawibhangga 160 pigura
Tingkat I - dinding a. Lalitawistara 120 pigura
------- - ----- b. jataka/awadana 120 pigura
------- - langkan a. jataka/awadana 372 pigura
------- - ----- b. jataka/awadana 128 pigura
Tingkat II - dinding Gandawyuha 128 pigura
-------- - langkan jataka/awadana 100 pigura
Tingkat III - dinding Gandawyuha 88 pigura
-------- - langkan Gandawyuha 88 pigura
Tingkat IV - dinding Gandawyuha 84 pigura
-------- - langkan Gandawyuha 72 pigura
-------- Jumlah -------- 1460 pigura
Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara singkat bermakna sebagai berikut :
Karmawibhangga
Salah satu ukiran Karmawibhangga di dinding candi Borobudur (lantai 0 sudut tenggara)
Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batu yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai korelasi sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan.
Lalitawistara
Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap ) yang dimulai dari turunnya Sang Buddha dari sorga Tusita, dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini berderet dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27 pigura yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan kesibukan, baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha. Relief tersebut menggambarkan lahirnya Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran Roda Dharma, ajaran Sang Buddha disebut dharma yang juga berarti "hukum", sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.
Jataka dan Awadana
Jataka adalah cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan baik, yang membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga. Sesungguhnya, pengumpulan jasa/perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ketingkat ke-Buddha-an.
Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita Awadana. Pada relief candi Borobudur jataka dan awadana, diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura dan jang hidup dalam abad ke-4 Masehi.
Gandawyuha
Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2,adalah cerita Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana. Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.
Selain itu, terdapat pula relief yang menggambarkan kondisi masyarakat saat itu. Misalnya, relief tentang aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari kemajuan pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta (Semarang).
Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran sang Budha. Karenanya, candi ini dapat dijadikan media edukasi bagi orang-orang yang ingin mempelajari ajaran Budha. Atisha, seorang budhis asal India pada abad ke 10, pernah berkunjung ke candi yang dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.
2.3.3 Tahapan pembangunan candi Borobudur
Tahap pertama
Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan antara 750 dan 850 M). Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak. tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar.
Tahap kedua
Pondasi Borobudur diperlebar, ditambah dengan dua undak persegi dan satu undak lingkaran yang langsung diberikan stupa induk besar.
Tahap ketiga
Undak atas lingkaran dengan stupa induk besar dibongkar dan dihilangkan dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa dibangun pada puncak undak-undak ini dengan satu stupa besar di tengahnya.
Tahap keempat
Ada perubahan kecil seperti pembuatan relief perubahan tangga dan lengkung atas pintu.
2.3.4 Ikhtisar waktu proses pemugaran candi Borobudur
Foto pertama Borobudur dari tahun 1873. Bendera Belanda tampak pada stupa utama candi.
1814 - Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa, mendengar adanya penemuan benda purbakala di desa Borobudur. Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
1873 - monografi pertama tentang candi diterbitkan.
1900 - pemerintahan Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia pemugaran dan perawatan candi Borobudur.
1907 - Theodoor van Erp memimpin pemugaran hingga tahun 1911.
1926 - Borobudur dipugar kembali, tapi terhenti pada tahun 1940 akibat krisis malaise dan Perang Dunia II.
1956 - pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO. Prof. Dr. C. Coremans datang ke Indonesia dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.
1963 - pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur, tapi berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.
1968 - pada konferensi-15 di Perancis, UNESCO setuju untuk memberi bantuan untuk menyelamatkan Borobudur.
1971 - pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran Borobudur yang diketuai Prof.Ir.Roosseno.
Batu peringatan pemugaran candi Borobudur dengan bantuan UNESCO
1972 - International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai negara dan Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan 5 juta dolar Amerika Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.
10 Agustus 1973 - Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Borobudur; pemugaran selesai pada tahun 1984
21 Januari 1985 - terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa stupa pada Candi Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali. Serangan dilakukan oleh kelompok Islam ekstrem yang dipimpin Habib Husein Ali Alhabsyi.
1991 - Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO.
2.3.5 Perayaan waisak di Borobudur
Setiap tahun pada bulan purnama penuh pada bulan Mei (atau Juni pada tahun kabisat), umat Buddha di Indonesia memperingati Waisak di Candi Borobudur. Waisak diperingati sebagai hari kelahiran, kematian dan saat ketika Siddharta Gautama memperoleh kebijaksanaan tertinggi dengan menjadi Buddha Shakyamuni. Ketiga peristiwa ini disebut sebagai Trisuci Waisak. Upacara Waisak dipusatkan pada tiga buah candi Buddha dengan berjalan dari Candi Mendut ke Candi Pawon dan berakhir di Candi Borobudur.
Pada malam Waisak, khususnya saat detik-detik puncak bulan purnama, penganut Buddha berkumpul mengelilingi Borobudur. Pada saat itu, Borobudur dipercayai sebagai tempat berkumpulnya kekuatan supranatural. Menurut kepercayaan, pada saat Waisak, Buddha akan muncul secara kelihatan pada puncak gunung di bagian selatan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari berbagai uraian diatas maka dengan ini kami menyimpulkan materi – materi yang telah kami dapat dari berbagai sumber yaitu :
1) Borobudur menjadi salah satu bukti kehebatan dan kecerdasan manusia yang pernah dibuat di Indonesia.
2) Borobudur dibangun sekitar tahun 800 Masehi atau abad ke-9. Candi Borobudur dibangun oleh para penganut agama Buddha Mahayana pada masa pemerintahan Wangsa Syailendra.
3) Setiap tingkatan memiliki relief-relief indah yang menunjukkan betapa mahir pembuatnya.
4) Candi Borobudur merupakan tempat ibadah umat Buddhis terbesar di dunia.
5) Kurang terawatnya candi menjadi salah satu penghambat minat masyarakat terhadap pariwisata di Magelang.
3.2 Saran
1) Sebaiknya pemerintah pusat dan daerah harus lebih giat lagi untuk promosi candi-candi yang ada di Indonesia.
2) Pedagang yang tidak teratur sebaiknya segera ditertibkan.
3) Semakin ditingkatkan fasilitas dan kebersihan serta keamanan untuk menjaga suasana yang kondusif.
4) Mari bersama-sama kita jaga kelestarian seluruh warisan budaya bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Parmono, Atmadi. Beberapa Desain Arsitektur Prinsip Temples di Jawa: Sebuah studi melalui proyeksi bangunan pada relief Candi Borobudur, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1988.
Luis O. Gómez dan Hiram W. Woodward, Jr. Borobudur: Sejarah dan makna dari Monumen Budha, Berkeley: Univ. California, 1981.
Adrian Snodgrass. The symbolism of the stupa . Southeast Asia Program. Ithaca, NY: Cornell University, 1985.
Dr. Soekmono, Candi Borobudur - Pusaka Budaya Umat Manusia, Jakarta: Pustaka Jaya, 1978.
Wiji Utomo, Yunanto, Borobudur, Candi Budha Terbesar di Abad ke-9,”
“Borobudur”,
Budi N.D. Dharmawan, Sedikit Catatan Penutup,”
“BOROBUDUR”,
Lelosusilo, Pembangunan Piramida dan Borobudur Dibantu Makhluk Luar Angkasa,”
“filosofi-borobudur”,
“candi borobudur”,